COVID Menurun, Datang Stagflasi

COVID Menurun, Datang Stagflasi

Share

Pemerintah dan Komisi XI DPR menyepakati asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2023, yang menjadi dasar penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023, sebesar 5,3 hingga 5,9%. Apakah ini realistis?

Pada kuartal I/2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia lumayan cemerlang, yakni 5,01%. Pertumbuhan ini disebut-sebut sejalan dengan mulai menguatnya konsumsi masyarakat dan investasi di Tanah Air seiring dengan berlangsungnya proses pemulihan ekonomi nasional.

Meski demikian, secara umum, perekonomian global masih lesu. Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan PDB dunia tahun ini cuma akan mencapai 3%, turun 1,5 poin dari proyeksi sebelumnya yaki 4,5%.

Menurut OECD, invasi Rusia ke Ukraina, yang menyulut perang berkepanjangan, bersama dengan penutupan di kota-kota besar dan pelabuhan di Tiongkok karena kebijakan nol-COVID, telah menghasilkan serangkaian guncangan ekonomi.

Inflasi diproyeksi akan kian tinggi. Ini terutama untuk kelompok 38 negara maju, antara lain Amerika Serikat, Australia, Jepang, Amerika Latin dan Eropa. Imbasnya bisa merembet ke mana-mana.

Para pakar menyebut dunia mesti bersiap menghadapi stagflasi. Apa itu? Istilah ini merupakan gabungan dua kata: stagnan dan inflasi.

Kasus COVID memang terus mengalami penurunan, yang pada gilirannya diharapkan semakin membawa pada kondisi pemulihan ekonomi. Namun, jalan ke arah sana tampaknya bisa dibilang tidak akan benar-benar mulus. Pasalnnya, stagflasi jadi ancaman proses pemulihan ekonomi pasca COVID.

Para pengambil dan penentu kebijakan ekonomi harus benar-benar mengkalkulasi hal tersebut, sekaligus menyiapkan langkah-langkah antisipatif utuk meminimalisir risiko yng paling buruk.(REX)

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *