Porang adalah tanaman jenis umbi-umbian yang y banyak digunakan sebagai bahan baku tepung, penjernih air, kosmetik, pembuatan lem dan jelly. Sekira tahun 2006 saat di Indonesia belum banyak orang membudidayakaan porang, harga jualnya cukup tinggi, sehingga ramai lah orang membudidayakan porang. Apalagi ditambah dengan bumbu khasiat ini dan itu sehingga konon dicari banyak orang dengan harga sangat tinggi.
Sampai tahun 2018, memang tercatat nilai ekspornya mencapai 11,3 miliar rupiah ke negara Jepang, Vietnam, China, Australia dan beberapa negara lainnya.
Namun, rupanya sampai tahun 2021 harga porang terus anjlok. Tahun 2021 – 2022 penurunannya cukup dramatis, saat pandemi melanda di tahun 2020 masih ada yang membeli di kisaran 16 sampai 18 ribu rupiah per kilo gram. Namun sampai September 2021 tidak lebih dari tiga ribu rupiah per kilo gram.
Hal ini terjadi karena semakin banyak pemasok porang di tingkat Asean sendiri dan beberapa negara lainnya. Secara kebetulan mereka juga tidak menetapkan harga yang tinggi atas komoditas ini dan di Indonesia semakin banyak yang membudidayakan porang, tentu sangat berpengaruh pada harga jual dari petani.
Meski tidak apple to apple, bisnis ini mengingatkan kita pada boomingnya batu akik beberapa tahun silam. Batu yang dijual dengan harga fantastis, lambat laun harganya ‘jeblok’di pasaran.
Inilah ‘monkey business’ di mana harga suatu produksi tidak bisa dihitung secara rasional karena secara matematis ongkos produksi dan distribusi tidak bisa ditentukan nilainya seperti pada produksi benda yang riil biaya pembuatan dan ongkos edarnya.
Jebakan bisnis sebenarnya tidak hanya pada bisnis semcam itu, pengusaha yang seringkali tergiur dengan bisnis orang lain tanpa tahu cara mengelolanya bisa jadi sama ruginya dengan ‘monkey business.’ Itulah sebabnya saat menjalankan bisnis setidaknya paham bidang yang digelutinya, tidak asal meniru. Yang lebih penting adalah menempatkan SDM pada posisi yang tepat.
Kenyataannya pada masa kini banyak pebisnis yang sekedar ikut-ikutan, namun tidak dibarengi dengan pengetahuan mendalam pada bisnisnya. Sehingga, boro-boro orang mau melirik, meihat sepintas pun, karena tahu seberapa jauh pengetahuan bisnis dibidang yang ‘difotocopy,’ malah jadi enggan. (MIM)

Broadcaster radio senior, pecinta musik, fotografi dan trekking.