Gen Z Masih Belum Paham Konsekuensi Bermedsos, Harus Dibangun Keadaban Sebagai Implementasi Revolusi Mental

Gen Z Masih Belum Paham Konsekuensi Bermedsos, Harus Dibangun Keadaban Sebagai Implementasi Revolusi Mental

Share

Saat ini banyak di antara Gen Z yang belum paham konsekuensi bermedia sosial. Padahal, aturan main dan syarat yang mengikat secara hukum haru dipatuhi.  Asisten Deputi Revolusi Mental Kemenko PMK, Maman Wijaya mengatakan meningkatnya penggunaan internet dan media sosial yang menjadi bagian gaya hidup Gen Z, harus diimbangi dengan pemahaman kaidah-kaidah pemanfatannya.

Hal tersebut diungkapkan Maman saat membuka acara Implementasi Nilai-Nilai Revolusi Mental : Membangun Keadaban Bermedia Sosial di Hotel Harmoni, Garut, Jawa Barat, Minggu (25/06).

Maman menjelaskan bahwa  bertata krama di media sosial adalah salah satu implementasi pengamalan Pancasila, khususnya Sila ke 2. Pun, pengejewantahan perilaku dalam Revolusi Mental

“Memanfaatkan media sosial secara bijak dan beradab sejatinya sekaligus mengamalkan sila ke-2 dari Pancasila. Dan nilai-nilai Pancasila terimplementasi dalam Revolusi Mental. Memahami adab bermedia sosial artinya mengetahui tata cara bermedia sosial. Tahu apa yang boleh dan tidak boleh. Sebagian orang tidak memahami konsekuensi menggunakan media sosial, padahal banyak aturan main dan syarat yang mengikat secara hukum,” jelas Maman.

Maman menjelaskan dengan mengambil ilustrasi bahwa seseorang dapat terkena pasal UU ITE ketika mengambil dan mengunggah foto orang lain tanpa izin lebih dahulu karena dianggap mengambil properti orang.

Sementara itu pada paparannya Keynote Speake IHeru Nugroho menyebut bahwa berdasar riset yang dilakukan oleh Microsoft, masyarakat Indonesia adalah pengguna internet yang paling tidak sopan se Asia-Pasifik.

“Indonesia ada diperingkat 29 se Asia Pasifik sebagai netizen paling tidak sopan. Di bawah Indonesia, ada Vietnam, Thailand, India, Filipina, Malaysia, Australia, Taiwan, dan Singapura. Indeks Indonesia itu dipengaruhi tiga hal yaitu hoax/scam/penipuan, ujaran kebencian, dan diskriminasi,” urai Heru.

Ia menambahkan, ke tiga hal yang buruk tersebut dapat diubah dengan mengubah mindset sehingga sikap dan perilaku berubah. Oleh karena itu internalisasi nilai revolusi mental penting dalam pemanfaatan media sosial.

Di tahun 2030, Indonesia diprediksi mengalami puncak bonus demografi. Kondisi di mana penduduk usia produktif (15-60 tahun) mencapai hingga 190 juta atau 69,3%. Jika potensi ini dikelola baik, maka akan menjadi modal penting menuju Indonesia Emas 2045 dan Indonesia naik peringkat menjadi negara maju. Tapi jika gagal mengelola, akan terjadi petaka demografi dengan beragam permasalahan sosial.

Karena itu, dalam berbagai kesempatan, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy tak bosan mengingatkan agar generasi-generasi post milenial atau Gen Z terus dimonitor dan dibina melalui edukasi dan berbagai aktifitas positif sehingga on track dan kelak menghasilkan generasi usia produktif yang membawa Indonesia kepada kemajuan.

“Tahun 2023 ini, Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) harus betul-betul melibatkan generasi post milenial atau Gen Z. Kita harus menghitung mereka. Revolusi Mental harus bisa menggaungkan perubahan cara berpikir, cara bersikap, dan cara bertindak kepada generasi penentu masa depan bangsa,” Jelas Muhadjir, beberapa waktu lalu. (MIM)

Share
Gogo77
Adam77
Sonitoto
https://157.245.54.14/
Kaki777
Kaki777
Kaki777
Kaki777
Kaki777
Kaki777
Kaki777
Kaki777
Kaki777
Kaki777
Kaki777
https://mydaughtersdna.org/