Sejarah mencatat, naiknya Partai Komunis China (Zhongguo Gongchang Dang) ke puncak kekuasaan telah mendorong lahirnya sebuah negara China baru, yaitu Republik Rakyat China (Zhonghua Renmin Gongheguo), pada tahun 1949.
Buntutnya, para pejabat Partai Nasionalis China (Guo Mintang) yang sempat berkuasa di daratan China, berserta para pengikut setianya, harus lari terbirit-birit ke Pulau Formosa atau Taiwan. Di Pulau inilah, mereka berusaha tetap menegakkan eksistensi Republik China (Zhonghua Minguo) hingga detik ini.
Dengan demikian, sejak saat itu, secara de facto, terdapat dua China, yaitu Republik Rakyat China, di China daratan, yang beribukota di Beijing serta Republik China, yang berada di Pulau Taiwan atau Formosa dan beribukota di Taipei.
Kendatipun demikian, kedua pihak mengingkari kenyataan adanya dua China tersebut. Keduanya mengklaim pihaknya adalah satu-satunya wakil sah bangsa dan rakyat China.
Karenanya, baik pemerintah China maupun pemerintah Taiwan kemudian menerapkan apa yang disebut sebagai Kebijakan Satu China (Yige Zhongguo Zhengce). Bagi keduanya, tampaknya haram hukumnya ada dua China.
Secara politik, Taiwan merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi kedaulatan dan kewenangan Republik Rakyat China. Pemerintah Beijing berhasil mempersatukan semua wilayah penting di daratan China pada pengujung tahun 1950-an. Kemudian, di pengujung tahun 1990-an, Xiang Gang alias Hongkong dan Makao masuk pula ke pangkuan China. Maka, di mata pemerintah Beijing, satu-satunya penghambat besar bagi penyatuan nasional China saat ini adalah Taiwan.
Kebijakan Selatan
Naiknya Tsai Ing-wen ke singgahsana kekuasaan di Taiwan sejauh ini tidak terlalu membawa perubahan radikal dalam kebijakan politik Taiwan dalam kaitannya dengan China.
Aspek stabilitas, sebagaimana berulangkali ditekankan oleh Tsai, tampaknya menjadi prioritas pemerintah Taipei. Bagaimanapun, status quo hubungan Taiwan-China seperti saat ini merupakan yang paling menguntungkan selama ini bagi kedua negara yang dipisahkan oleh Selat Formosa itu.
Taipei selama ini lebih memusatkan perhatiannya pada aspek pembangunan ekonomi. Taiwan di bawah kepemimpinan Tsai cenderung menjalankan apa yang disebut-sebut sebagai Kebijakan Selatan (Nan Xiang Zhengce).
Lewat kebijakan ini, Taiwan mengintensifkan interaksinya dengan negara-negara yang terletak di kawasan selatan, seperti India, negara-negara Asia Tenggara serta Pasifik.
Di mata Taiwan, India, negara-negara Asia Tenggara dan Pasifik memiliki potensi ekonomi yang besar, sehingga Taiwan perlu memperkuat kerjasama perdagangan dan investasinya di kawasan ini.
Kebijakan Selatan ini bukan sebuah kebijakan yang sepenuhnya baru. Kebijakan Selatan pernah dijalankan oleh Lee Teng-hui, yang menjadi Presiden Taiwan dari tahun 1988 hingga 2000.
Tentu saja, bukan hal yang aneh apabila Tsai mengimplementasikan kembali kebijakan yang pernah dilakukan oleh pendahulunya tersebut, karena Lee Teng-hui sendiri adalah mantan mentor politik Tsai.
Lee Teng-hui menerapkan Kebijakan Selatan saat itu dengan tujuan pokok agar Taiwan tidak melulu bergantung kepada perekonomian China. Namun, pada praktiknya, kebijakan Lee itu tidak begitu sukses lantaran pemerintah Taiwan waktu itu lebih menekankan pada sisi politik dan diplomatik daripada kebijakan tersebut.
Di bawah pemerintahan Tsai Ing-wen, penerapan Kebijakan Selatan ini tampaknya cukup membawa hasil positif.
Menurut Humphrey Hawksley, pakar masalah-masalah Asia dan juga penulis buku bertajuk Asian Waters: The Struggle in the Asia-Pacific and the Strategy of Chinese Expansion, 40 persen dari total volume perdagangan Taiwan yang semula bergantung pada China, kini mulai menurun hingga mencapai sekitar 38 persen, dan kemungkinan akan terus menurun. Pada saat yang sama, transaksi perdagangan antara Taiwan dengan negara-negara Indo-Pacific meningkat hingga 5,5 persen.
Akankah Taipei pada akhirnya mengurangi secara signifikan ketergantungan perekonomiannya pada Beijing? Perjalanan waktu jualah yang bakal membuktikannya.
Satu yang paling menarik ditunggu apakah suatu saat ini Taiwan bakal sepenuhnya lepas dari bayang-bayang Beijing dan memilih memproklamirkan sebagai Republik Taiwan atau justru pemerintah Beijing akhirnya malah berhasil menggabungkan Taiwan dengan daratan China, sehingga penyatuan nasional China benar-benar terwujud.(TPS)*

Hobi menyusun kata dan susur gua