Presiden AS Joe Biden dijadwalkan mengunjungi Vietnam pada 10 September setelah menghadiri pertemuan para pemimpin G20 di New Delhi, India.
Biden mengunjungi Vietnam untuk meningkatkan hubungan kedua negara ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu kemitraan strategis yang komprehensif.
Biden tidak akan menghadiri KTT para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), di Jakarta, pada tanggal 5-7 September. AS mengutus Wakil Presiden Kamala Harris untuk menghadiri KTT tersebut.
Biden mengunjungi Indonesia tahun lalu saat menghadiri KTT G20 di Bali. Pada saat itu, Biden bersama dengan Presiden Indonesia Joko Widodo, mengumumkan bantuan untuk proyek-proyek di berbagai bidang termasuk proyek iklim, keamanan, dan pendidikan.
Pada hari Selasa lalu, sekretaris pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan kepada VOA bahwa Vietnam adalah mitra yang berharga bagi Amerika Serikat dalam mengembangkan hubungan di Asia Tenggara.
Indonesia telah menjadi mitra strategis Amerika Serikat sejak tahun 2015. Vietnam kini siap untuk meningkatkan hubungannya dengan AS setelah 10 tahun menjalin kemitraan yang komprehensif.
Salah satu alasan mengapa Vietnam sekarang siap untuk meningkatkan hubungan dengan AS adalah karena aktivitas Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan. Tiongkok mengklaim hampir seluruh laut tersebut sebagai wilayahnya. Vietnam dan Tiongkok memiliki klaim yang saling bertentangan di beberapa bagian Laut Tiongkok Selatan dan atas banyak bentang alam di sana. Vietnam ingin melindungi hak-haknya di Laut Tiongkok Selatan dengan menjalin kemitraan yang memperkuat posisinya.
Awal bulan ini, Biden mengatakan bahwa Vietnam menginginkan hubungan karena mereka ingin Tiongkok tahu bahwa mereka tidak sendirian.
AS telah mendukung keamanan maritim atau laut Vietnam di masa lalu. AS memberikan dua kapal bekas Pasukan Penjaga Pantai AS kepada Vietnam, satu pada tahun 2017 dan satu lagi pada tahun 2021.
Peningkatan kemitraan akan membantu Vietnam mengembangkan industri teknologinya. Hal ini akan mencakup produksi semikonduktor dan pengembangan kecerdasan buatan. Kedua bidang ini merupakan bidang persaingan bagi AS dan Tiongkok.
Awal tahun ini, Pusat Studi ASEAN di Singapura merilis sebuah laporan tentang pendapat masyarakat di Asia Tenggara. Laporan tersebut menemukan bahwa, di antara orang-orang Asia Tenggara, Amerika Serikat lebih populer daripada Tiongkok dan popularitas itu meningkat dari tahun sebelumnya. Namun, orang Indonesia tampaknya merupakan pengecualian. Persentase orang Indonesia yang memilih AS turun 18 poin persentase dari tahun 2021 ke 2023. Mereka yang memilih Tiongkok naik dengan jumlah poin persentase yang sama selama periode yang sama.
Rangga Aditya Elias, kepala hubungan internasional di Binus University, mengatakan bahwa menemukan keseimbangan antara AS dan Tiongkok adalah pekerjaan rumah terbesar bagi Indonesia.
Salah satu cara bagi Indonesia untuk menemukan keseimbangan adalah dengan meminta bantuan AS untuk menyediakan persenjataan.
Pekan lalu, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin bertemu dengan Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto di Washington. Mereka mengumumkan kepentingan bersama untuk meningkatkan kemampuan Indonesia dalam mempertahankan diri.[VOA]

Hobi menyusun kata dan susur gua