Sepuluh tahun terakhir ternyata awi (bambu) sudah banyak yang mengelola untuk diberikan value yang lebih, agar tidak hanya jadi bahan yang bermanfaat menjadi pendamping di aktifitas sehari-hari, tapi juga memiliki nilai jual yang lebih baik dibanding selama ini.
Mendongkrak nilai jual bambu dengan memberi value lain, bisa menjadi cara alternatif untuk survive selama pandemi Covid-19. Menurut Pembina Indonesian Bamboo Community (IBC), Adang Muhidin Bambu tidak hanya bisa dibuat sebagai bilik, atau kursi bambu, tangga dan sejenisnya yang sudah umum.

Dengan mengetahui fungsi, jenis bambu, kebutuhan masyarakat yang sedang dicari pada masa pandemi Covid-19 ini, dengan kreatifitas, bambu bisa dibuat menjadi alat pendukung kebutuhan sehari hari. “Meriset kebutuhan selama pandemi, ternyata alat minum banyak dicari, sebagai satu cara untuk mencegah penyebaran Covid-19. Nah bambu bisa dibikin gelas, cangkir dan alat minum lainnya,” kata Adang.

Mengutip sejumlah literatur yang ia baca, Adang menjelaskan bambu di Indonesia, khususnya Jawa Barat sangat melimpah, sehingga produksi bambu tidak akan mengganggu vegetasi di suatu tempat. Ketika bambu yang sudah cukup usianya ditebang untuk kebutuhan produksi, umumnya bambu muda di sisi kiri kanan sudah mulai tumbuh, sehingga cepat menggantikan posisi pohon yang sudah ditebang.
Yang terpenting, bagaimana kemauan warga Jabar, atau warga Indonesia melecut diri untuk bisa meningkatkan kreatifitas untuk membuat bambu menjadi pernak-pernik kebutuhan sehari hari, yang punya nilai lebih.
Karena sektor wisata pada masa pandemi Covid-19 juga tetap berjalan, bambu bisa dijadikan sajian utama satu usaha wisata. Sejauh ini, belum ada usaha wisata yang seratus persen membuat bambu menjadi backbone-nya. Banyak usaha wisata yang ingin menonjolkan bambu, sayangnya masih belum all out. Padahal, sekali lagi, bambu bisa dibikin apa pun yang mendukung aktifitas sehari-hari. (MIM)

Broadcaster radio senior, pecinta musik, fotografi dan trekking.