Meski pandemi Covid 19 sudah mengalami penurunan kasus, imbas ekonominya masih terasa. Bisnis yang sempat melesu, di kalangan bawah sudah mulai bergerak, meski masih merangkak. Imbas banyaknya PHK semasa pandemi Covid 19, berpengaruh pada daya beli.
Hal tersebut dirasakan pula oleh para pemangkas rambut. Selain daya beli yang menurun, saat ini barber shop pun semakin bertambah.
Hal itu diungkapkan Nunung, salah seorang pemangkas rambut yang sudah menjalani profesi ini sejak tahun 80-an. “Bujeng-bujeng ku kopid, ayeuna mah tung cukur teh, unggal pengkolan aya,” kata Nunung mengungkapkan tidak melulu hanya imbas pandemi, namun banyaknya pemangkas rambut saat ini, menjadi penyebab konsumen berkurang.
Meski demikian Nunung yakin pelanggan lama yang sudah akrab lebih dari 10 tahun, akan selalu kembali. Meskipun demikian, ia aku sejak masa pandemi ada sebagian pelanggan yang biasanya dipotong rambutnya sebulan dua kali, berubah menjadi sebulan sekali.
Ditemui pada Senin (14/11) Nunung mengatakan kualitas jadi kuncinya mempertahankan pelanggan. Utamanya adalah kerapian dan sesuai dengan model yang diinginkan konsumen.
Nunung juga mengatakan saat ini banyak barbershop dengan fasilitas yang baik, tidak sekedar dipangkas namun plus pijit, cuci rambut dan perapian rambut dengan pomade setelah cukur. Hanya saja, kata Nunung keterampilan merapikan tetap jadi faktor utama. “Ada kan pemangkas yang meratakan rambut tidak pakai pisau cukur. Padahal di situ letak kepiawaian dan atraksi pangkas rambut,” ujar Nunung.
Pria asal Tasikmalaya ini juga mengatakan keramah-tamahan tetap jadi kunci, membuat pelanggan betah. Ia menuturkan banyak konsumen yang dipangkas suka ngajak ngobrol. Pemangkas rambut tentu tidak boleh diam. “Kalau memang suka ngobrol, sebisanya ya direspon,” pungkas Nunung. (MIM)
Broadcaster radio senior, pecinta musik, fotografi dan trekking.
