Satu Juta Anak Melarikan diri dari Ukraina

Satu Juta Anak Melarikan diri dari Ukraina

Share

Setelah bom mulai berjatuhan di kampung halamannya di Kharkiv, Annamaria Maslovska meninggalkan teman-temannya, mainannya, dan kehidupannya di Ukraina.

Dia memulai perjalanan bersama ibunya demi keselamatan keduanya. Ibu dan anak itu melintasi perbatasan Hungaria dengan kereta api bersama dengan ratusan pengungsi Ukraina lainnya. Gadis 10 tahun itu mengatakan dia mulai khawatir tentang teman-temannya di Kharkiv setelah pesan telepon yang dia kirim kepada mereka tidak pernah dijawab.

“Saya sangat merindukan mereka karena saya tidak bisa menghubungi mereka. Mereka hanya membaca pesan saya dan itu saja. Saya sangat khawatir, karena saya tidak tahu di mana mereka berada,” kata Annamaria dalam bahasa Inggris di stasiun kereta di kota perbatasan Zahony.

Annamaria dibesarkan sendirian oleh ibunya. Dia adalah salah satu dari lebih dari 1 juta anak yang melarikan diri dari Ukraina dalam beberapa minggu sejak Rusia pertama kali menginvasi negara itu. Juru bicara UNICEF James Elder menyebutnya sebagai “masa pertama sejarah yang gelap.”

Badan pengungsi PBB menyebutnya sebagai krisis pengungsi yang tumbuh paling cepat di Eropa sejak Perang Dunia II. Ada kasus anak-anak harus melakukan perjalanan keluar dari Ukraina sendirian.

Annamaria ingin menjadi aktris di Amerika Serikat. Dia bangga bahwa dia dapat berbicara bahasa Inggris pada level yang tinggi.

“Saya ingin menjadi aktris di Amerika Serikat dan bahasa Inggris adalah bahasa yang sangat populer,” katanya. “Sebagian besar orang di dunia mengetahuinya dan sangat mudah untuk menggunakannya di negara lain.”

Annamaria dan ibunya, Viktoria, berencana melakukan perjalanan ke ibu kota Hongaria, Budapest. Ia mengatakan dia berharap untuk mengunjungi Disneyland di Prancis.

Setelah perang berakhir, katanya, dia ingin kembali ke Kharkiv dan berhubungan kembali dengan teman-temannya.

“Jika perang berhenti, saya sangat ingin pulang karena ada teman-teman saya, ada taman yang indah, supermarket, pusat kota, dan taman bermain di belakang rumah saya,” katanya. “Kharkiv, itu seperti sepotong hatimu, ” tambahnya lagi.

Sebagian besar dari mereka yang melarikan diri dari perang di Ukraina telah memasuki negara-negara di perbatasan barat Ukraina, termasuk Hongaria, Polandia, Slovakia, Rumania, dan Moldova. Mayoritas telah pergi ke Polandia. Sekitar 1,33 juta pengungsi telah menyeberang ke negara itu, kata badan Penjaga Perbatasan Polandia.

Perdana Menteri Moldova, Natalia Gavrilița, mengatakan kepada Cable News Network (CNN) bahwa satu dari setiap delapan anak di negaranya adalah pengungsi.

Anak-anak kecil mungkin tidak mengerti bahwa hidup mereka telah berubah. Tapi, para orangtua mengetahui kesulitan mereka. Menurut para ahli, anak-anak itu berisiko menderita trauma emosional akibat perang dan perjalanan pelarian mereka.

Margot adalah seorang gadis berusia satu tahun yang melakukan perjalanan dari Kyiv ke perbatasan Siret di Rumania. Baginya, perjalanan itu seperti “petualangan kecil”, kata ibunya, Viktoria Filonchuk. Tetapi, untuk anak-anak lain yang lebih besar, menurut Filonchuk, mereka mengerti apa yang mereka alami.

“Anak-anak kecil seperti itu mungkin tidak mengerti ini, tetapi anak-anak sekitar 3 atau 4 tahun mengerti semua tragedi itu. Saya pikir itu sangat sulit bagi mereka,” kata Filonchuk.

Daniel Gradinaru adalah koordinator Fight for Freedom, sebuah organisasi non-pemerintah di perbatasan Rumania. Dia mengatakan bahwa anak-anak yang lebih besar dapat “ditandai selama sisa hidup mereka” oleh pengalaman tiba-tiba meninggalkan rumah mereka dan bepergian selama berhari-hari dalam cuaca dingin.

Valeria Varenko yang berusia sembilan tahun melakukan perjalanan ke Hongaria bersama ibunya Julia dan adik laki-lakinya. Pemboman telah memaksa mereka untuk berlindung di area bawah tanah gedung apartemen mereka di Kyiv.

Keluarga tersebut mencapai pusat penerimaan pengungsi sementara di Barabas, Hongaria. Valeria mengatakan dia ingin memberi tahu anak-anak yang tertinggal di Ukraina untuk berhati-hati, dan tidak menyentuh benda apa pun di jalan. “Itu bisa jadi bom yang bisa sangat melukai mereka,” kata Valeria.

Ayahnya tetap tinggal untuk membantu mempertahankan Kyiv dari serangan pasukan Rusia yang mendekati kota. “Saya sangat ingin dia datang, tapi sayangnya dia tidak diizinkan,” katanya tentang ayahnya.

Pria Ukraina berusia antara 18 dan 60 tahun saat ini tidak diizinkan meninggalkan negara itu. Kebijakan itu bertujuan untuk menjaga orang-orang agar tetap tersedia untuk berperang melawan pasukan Rusia.

Kota terbesar kedua di Ukraina, telah mengalami pemboman berat oleh pasukan Rusia. Lingkungan di kota dekat perbatasan Rusia ditembaki selama beberapa hari sebelum serangan rudal menghantam gedung pemerintah di pusat kota Freedom Square pekan lalu. Sedikitnya enam orang tewas dalam serangan itu.(AP/VOA/LIG)

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *