Belum ke Ciwidey, kalau belum ke Kawah Putih. Itulah anggapan banyak wisatawan saat berwisata di objek wisata favorit ini. Kawah Putih memang menjadi salah satu ikon tempat wisata di Ciwidey selain Situ Patengang.
Sebelum masa pandemi Covid-19, ribuan pengunjung setiap minggunya menghabiskan waktu di Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung ini. Meski demikian, setelah sektor wisata diberikan relaksasi, wisatawan berangsur melakukan kunjungan ke tempat tersebut, meski kuantitasnya berbeda.
Setelah status pandemi dicabut pemerintah, wisatawan luar Bandung, sudah mulai banyak berkunjung kembali ke objek wisata kawah vulkanik Gunung Patuha itu.
Namun demikian, tempat ini sebenarnya lama sekali dikeramatkan masyarakat setempat setelah letusan besar pada abad 10. Setelah letusan itu, banyak burung yang melintas di lokasi mendadak jatuh, sehingga kemudian kawanan burung tidak pernah melintasi Kawasan tersebut.
Adalah Franz Wilhelm Junghuhn, seorang ahli geologi berusaha mengungkap mitos tersebut. Pada tahun 1837 diantar beberapa warga, setelah menempuh perjalanan naik ke lokasi, ia menemukan hamparan kawah berpasir putih. Ia di sana menemukan fakta bahwa kandungan belerangnya sangat tinggi sehingga cukup menyengat. Inilah yang membuat sejumlah burung tidak dapat melintas di sana.
Sebelum berubah menjadi tempat wisata, sampai jaman penjajahan Jepang, di tempat ini sempat berdiri pabrik kapur yang bernama Zwavel Ontgining, yang kemudian diganti namanya menjadi Kawah Putih Kenzaka Gokoya Ciwidey. Suburnya kandungan belerang di tempat ini, sampai sekarang masih terasa menyengat di hidung, saat kita berada di lokasi kawah.
Dengan latar belakang bau menyengat belerang itu, sejak awal dibuka sebagai objek wisata, pengunjung disarankan tidak terlalu lama berada di lokasi dan disarankan menggunakan masker. Dua hal ini senantiasa diingatkan pengelola, melalui pengeras suara setiap saat. (MIM)
Broadcaster radio senior, pecinta musik, fotografi dan trekking.
