Pemanfaat teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence [AI] perlu pula mulai dilirik dalam ikhtiar menjamin ketersediaan air di kawasan urban. Para pengelola kota dapat menggandeng kalangan perguruan tinggi dalam memanfaatkan AI untuk kepentingan tata kelola air di wilayahnya.
Dengan populasi Bumi yang diperkirakan akan mencapai 9,8 miliar jiwa pada tahun 2050 mendatang, kebutuhan air bersih dipastikan akan semakin meningkat. Lebih-lebih di kawasan urban di mana sebagian besar penduduk Bumi memadati kawasan ini. Apa kira-kira yang perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan air kawasan urban di masa depan?
Nyaris semua aktivitas kita memerlukan air. Tanpa ketersediaan air yang memadai, kita tidak akan mencapai keamanan pangan maupun keamanan energi. Artinya, keamanan pangan dan keamanan energi kita sesungguhnya bergantung pada ketercukupan air.
Bumi kita sesungguhnya menyimpan air dalam jumlah besar. Air tersimpan di lautan, danau, sungai, atmosfer, dan di bebatuan di bagian dalam Bumi.
Selama jutaan tahun, sebagian besar air di Bumi menjalani proses daur ulang secara alami. Secara teoritis maupun empiris, Bumi kita tidak akan kehabisan air. Kendati demikian, penting untuk diingat bahwa air bersih yang kita butuhkan untuk menopang aktivitas kehidupan kita sehari-hari, karena beberapa faktor, mungkin saja tidak selalu tersedia secara memadai.
Faktanya, kesulitan mengakses air bersih telah menjadi persoalan global yang kini merundung miliaran penduduk Bumi. Menurut laporan UN Water 2023 yang dirilis UNESCO, secara global, dua miliar orang [26 persen dari populasi Bumi] dewasa ini tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman dan 3,6 miliar orang [46 persen] tidak memiliki akses ke sanitasi yang dikelola dengan aman.
UN Water 2023 menyebut antara dua hingga tiga miliar orang mengalami kekurangan air setidaknya selama satu bulan per tahun, yang menimbulkan risiko parah bagi kehidupan, karena dampak ketersediaan air berimbas pada keamanan pangan dan akses listrik.
Laporan UN Water 2023 memproyeksikan populasi perkotaan yang menghadapi kelangkaan air bakal meningkat dua kali lipat dari 930 juta orang pada tahun 2016 menjadi 1,7–2,4 miliar orang pada tahun 2050 mendatang. Di saat yang sama, laporan itu menambahkan, meningkatnya kekeringan ekstrem dan berkepanjangan juga akan menekan ekosistem, dengan konsekuensi yang mengerikan bagi spesies flora maupun fauna di sejumlah kawasan Bumi.
Merujuk kajian bertajuk Future Global Urban Water Scarcity and Potential Solutions yang dilakukan Chunyang et al [2021], pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan pembangunan ekonomi kemungkinan akan membuat permintaan air untuk sektor industri dan rumah tangga perkotaan meningkat antara 50 persen hingga 80 persen selama tiga dekade mendatang.
Kajian Chunyang et al menyebut bahwa perubahan iklim akan mempengaruhi distribusi spasial dan waktu ketersediaan air sehingga kelangkaan air perkotaan kemungkinan akan menjadi jauh lebih serius di masa depan, dengan potensi membahayakan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan [SDGs] PBB, terutama SDG11 yaitu Kota dan Komunitas Berkelanjutan dan SDG6 yaitu Air Bersih dan Sanitasi.
Pemanfaatan AI untuk tata kelola air
Sejauh ini, kelangkaan air di kawasan perkotaan biasanya diatasi melalui penyediaan infrastruktur. Misalnya, pembangunan waduk, situ, kolam, dan sumur-sumur resapan untuk menyimpan air selama periode kelebihan ketersediaan air sehingga dapat terus memasok air demi menghindari kekurangan air selama musim kering.
Selain itu, metode desalinasi dapat pula menjadi opsi untuk mengatasi masalah defisit air di kota-kota kawasan pesisir.
Sementara langkah-langkah konservasi sumber-sumber air penting terus dilakukan, pemanfaat teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence [AI] perlu pula mulai dilirik dalam ikhtiar menjamin ketersediaan air di kawasan urban.
AI diyakini dapat menawarkan banyak hal dalam perencanaan dan pengelolaan infrastruktur air untuk kawasan perkotaan. Berikut ini beberapa hal yang dapat diberikan AI dalam ikut menjamin ketersediaan air kawasan urban.
Pertama, AI dapat digunakan untuk menganalisis mahadata [big data] terkait sumber daya air yang ada dan sekaligus mengidentifikasi pola dan tren penggunaan air untuk mendukung pengambilan keputusan dan pengelolaan air yang lebih baik di kawasan urban.
Kedua, meningkatkan pengelolaan infrastruktur air perkotaan. AI dapat menjadi opsi untuk meningkatkan manajemen infrastruktur air perkotaan dan menyusun strategi inspeksi dan rehabilitasi air perkotaan menjadi lebih efisien. Berdasarkan pemodelan statistik yang telah diuji oleh Kompetenzzentrum Wasser, Berlin, Jerman, menunjukkan bahwa AI dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan untuk meningkatkan peramalan dan manajemen yang mendukung perencanaan rehabilitasi, serta pengawasan, dan pemeliharaan infrastruktur air.
Ketiga, peningkatan kualitas air. AI dapat membantu mendorong peningkatan kualitas air dengan menggunakan jaringan saraf pembelajaran mendalam [deep learning] untuk mendeteksi partikel berbahaya dalam air. Dengan bantuan AI, air minum dapat dilihat pada tingkat mikroskopis secara real time, sehingga akan membantu otoritas berwenang mendeteksi kontaminasi air secepat mungkin dan mengambil langkah-langkah yang perlu segera dilakukan.
Keempat, pemeliharaan prediktif untuk pasokan air. AI dapat membantu memprediksi kegagalan infrastruktur air yang memungkinkan tim pemeliharaan dapat segera mengatasi masalah sebelum menimbulkan masalah lainnya.
Kelima, mengoptimalkan penggunaan energi dalam pengolahan dan distribusi air bersih, sehingga mengurangi biaya dan emisi karbon. Pengolahan dan distribusi air membutuhkan energi dalam jumlah besar. AI dapat digunakan untuk memprediksi permintaan air masa depan dalam rantai pengolahan dan distribusi dengan menganalisis pola penggunaan air warga kota. AI juga dapat digunakan untuk mengoptimalkan jaringan distribusi itu sendiri.
Keenam, pengelolaan aset dan sumber daya air. AI dapat membantu mengelola dan memprioritaskan aset infrastruktur air, memastikan pemeliharaan dan penggantian yang tepat. Selain itu, ia juga dapat membantu penghematan air dengan mengoptimalkan keberadaan infrastruktur air dan mengurangi pemborosan air.
Krisis air kawasan urban masa depan menjadi tantangan banyak negara. Tak terkecuali negara kita. Tantangan ini harus kita atasi lewat opsi solusi yang inovatif. Salah satunya dengan melibatkan penggunaan teknologi AI. Sudah seyogianya para pengelola kota-kota kita perlu mulai memanfaatkan teknologi AI dalam manajemen tata kelola airnya.
Para pengelola kota dapat menggandeng kalangan perguruan tinggi yang memiliki kajian khusus dan pusat riset AI, seperti contohnya Telkom University, untuk diajak kerjasama dalam pemanfaatan AI di sektor tata kelola air untuk kawasan urban.
Ayo #RaihMasaDepanmu bersama Telkom University!

Bloger paruh waktu